Salam dari Saya

Foto saya
Terima kasih telah mengunjungi Blog saya. Hal penting dalam hidup,bahwa manusia harus terus berkembang dalam segala hal agar bisa berhasil dan selalu mawas diri. Oleh karena itu kami buat blog ini untuk berbagi tanpa harus menggurui. Semua orang punya kekurangan dan kelebihannya sendiri, dan akan menjadi lebih baik bila mau saling mengisi dan berbagi.

Selasa, 03 Januari 2012

Bersaing dengan menghormati KEMENANGAN dan memaknai KEKALAHAN

Dalam era demokrasi ini semua orang bebas untuk bersaing , baik bersaing untuk menjadi juara olah-raga, bersaing menjadi manajer atau direktur , bersaing menjadi Bupati-walikota, bersaing menjadi pimpinan partai, bersaing menjadi anggota DPR, bersaing menjadi Gubernur, sampai bersaing menjadi Presiden.


Semua menyiapkan diri untuk menang, tetapi tidak siap untuk kalah. Padahal dalam bersaing , kalah dan menang itu pasti terjadi. Akibatnya orang sangat berbahagia jika menang tetapi tidak pernah bisa menerima kekalahan. Yang kalah dalam pertandingan selalu protes mulai dari wasit yang tidak “adil” lah sampai merasa dicurangi. Demikian juga yang kalah dalam persaingan menjadi ketua Partai, bukannya mencoba memperbaiki diri untuk kekuatan partai, tapi malah emosional dengan membentuk partai Tandingan. Belum lagi dalam pemilihan Bupati sampai Gubernur, tidak pernah sekalipun yang kalah berbesar hati mengakui kekalahan dan kekurangannya, tapi malah memusuhi yang menang, dan kalau perlu membakar rumahnya, astaghfirullah.
Mungkin kita-kita yang bersaing dalam era demokrasi ini, selain memegang prinsip “winner takes all” ala barat, juga seyogyanya diimbangi dengan semboyan ala orang timur :” mengalah untuk kemenangan”.

“Mengalah untuk menang”, memang gampang diucapkan tetapi susah dijalankan.
Saya jadi ingat saat Tawaf mengelilingi Ka’bah, saat itu semua orang pasti ingin mencium Hajar aswad (Batu Hitam Mulia yang ada disalah satu Pojok Ka’bah). Tidak mudah untuk mencium Batu tersebut, karena semua orang berebut menciumnya, malah ada yang menawarkan jasa untuk membantu mencium Hajar Aswad, tentu dengan minta imbalan uang. Yang memprihatinkan, mereka ini tidak segan-segan menyikut kanan-kiri hanya sekedar untuk mencari jalan.

Saya dan Istripun ketika tawaf ingin sekali mencium hajar aswad, kami sudah berusaha sekuat tenaga, disatu titik saya merasa tidak kuat lagi melawan arus manusia yang ada, tetapi istri saya dengan semangat terus maju tanpa henti, akhirnya saya terpisah dari istri . Saya terus menunggu dan jalan pelan diantara sesaknya ribuan orang, menit-menit terasa jam. Sejenak kemudian saya lihat istri saya keluar dari kerumunan dan himpitan orang dengan keringat bercucuran, tetapi tatapan mata dan senyumnnya terlihat kepuasan, “ Pak, saya berhasil, saya berhasil Mencium Hajar aswad”…… Alhamdullilah.
Akhirnya kami menyelesaikan Tawaf dan sholat di Masjidil haram. Selama sholat saya terus berpikir, istri saya bisa berhasil memenangkan persaingan mencium Hajar Aswad, mengapa saya yang lebih kuat kok Gagal…

Ketika duduk disalah satu Mesjid, saya mengobrol dengan teman saya, dan menceritakan kegelisahan saya tentang gagalnya mencium Hajar Aswad, namun saya terkejut dengan tanggapan Teman saya : “Saya juga belum pernah mencium Hajar Aswad, saya cukup dengan melambaikan tangan saja, karena itu juga dirahmati Alloh” dia melanjutkan “Saya tidak terlalu kecewa, karena dengan saya mengalah untuk tidak mencium Hajar Aswad, saya sudah meberikan kesempatan kepada orang lain untuk dapat menciumnya…”..Subhanallah

Betul juga, kalau tidak ada orang seperti teman saya, dan semua ngotot mau mencium Hajar Aswad, bisa dibayangkan betapa chaos-nya keadaan , malah mungkin semua tidak bisa mencium Hajar aswad.
Ketika saya dapat rejeki dan Umroh lagi, saya berusaha mencium Hajar Aswad, tetapi tidak berhasil lagi , kali ini saya tidak terlalu gelisah. Justru saya merasa ikut bahagia melihat orang-orang yang berhasil mencium Hajar Aswad. Dalam hati saya senang karena dalam keberhasilan mereka sebenarnya ada andil saya juga.

Jadi kegagalan dan kekalahan tidak selalu menyedihkan, kadang-kadang kita perlu kalah untuk kemenangan yang lebih hakiki.
Sebaiknya dalam bersaing selain memikirkan kemenangan diri sendiri, juga dipikirkan kemenangan orang Banyak. Jika kekalahan kita dapat membuat kemenangan yang hakiki bagi orang banyak, maka kita tidak perlu malu dan menyesalinya. Kalah dengan terhormat sama baiknya dengan sang pemenang.
Sungguh tercela orang yang berprinsip “ti ji ti beh = mati siji mati kabeh” yang arti nya dia tidak rela kalau ada yang menang, kalau dia sampai kalah maka semua harus ikut “kalah” atau sering disebut “aksi bumi hangus”. Jika hal ini berjalan maka peradaban Indonesia tidak akan pernah maju . Karena yang kalah tidak mau memperbaiki diri tetapi justru menarik orang yang lebih baik menjadi mundur ke titik nol lagi. Hormatilah Kemenagan untuk kemajuan bersama.

Kemenangan memang sesuatu yang indah untuk dicapai, tetapi kekalahanpun harus berani dihadapi dengan lapang dada. Kekalahan jangan diartikan kehancuran, tetapi harus dimaknai sebagai sarana introspeksi untuk perbaikan dan bekal untuk meraih kemenangan yang lebih besar. Orang yang sukses biasanya sudah mengalami kemenangan dan bisa memaknai kekalahannya dengan pikiran positif dan optimis.

Apabila Kemenangan itu ibarat Matahari, dan Kekalahan itu ibarat Hujan, maka kita perlu kedua-duanya untuk dapat melihat indahnya Pelangi…….

Selamat bersaing dengan sehat di Negara Indonesia Tercinta.

Jakarta 3 Jan 2012