Salam dari Saya

Foto saya
Terima kasih telah mengunjungi Blog saya. Hal penting dalam hidup,bahwa manusia harus terus berkembang dalam segala hal agar bisa berhasil dan selalu mawas diri. Oleh karena itu kami buat blog ini untuk berbagi tanpa harus menggurui. Semua orang punya kekurangan dan kelebihannya sendiri, dan akan menjadi lebih baik bila mau saling mengisi dan berbagi.

Jumat, 27 Mei 2011

"Ngono yo ngono ning ojo ngono"

Di dalam sepakbola ketika sebuah team menang dengan skor 1-0 atau 2-0 atau 3-0, maka team tersebut akan disambut meriah sebagai juara dan team yang baik. Namun jika sebuah team sepak bola menang dengan skor 8-0 atau malah 10-0, maka biasanya team pemenang akan kehilangan simpati dari penonton karena dianggap tidak seimbang dan hanya ingin menunjukkan rasa keperkasaan yang berlebihan, malah dalam kejadian demikian simpati penonton akan berpindah pada pihak yang kalah.

Kejadian diatas adalah contoh sederhana dari falsafah jawa : “ngono yo ngono ning ojo ngono”, tindakan berlebihan dan semena-mena bisa merubah simpati masyarakat .

Banyak contoh, bukan hanya di olah-raga, tetapi juga pada kejadian sehari-hari yang mencerminkan falsafah tersebut. Sebut saja pada akhir Orde Baru, ketika PDI Perjuangan (pro-Mega) yang tadinya “tidak ada apa2 nya” tiba-tiba berubah menjadi demikian kuatnya, itu karena tindakan represif yang berlebihan sehingga menarik simpati masyarakat pada pihak yang sangat dilemahkan .

Sebaiknya memang kita tidak berlebihan dalam bertindak , karena akan terjebak dalam tindakan semena-mena. Hal ini valid untuk direnungkan bagi mereka-mereka yang sedang berkuasa dan berada pada pihak pemenang. Jika ingin melanggengkan kemenagan dan kepemimpinan maka jangan lupakan falsafah : “Ngono yo ngono ning ojo ngono”.

Lakukankanlah apapun se”cukup”nya, kekuasaan dan kemenangan yang secukupnya akan menimbulkan simpati dan penghormatan . Sebaliknya kemenangan dan kekuasaan yang dilakukan secara berlebihan akan mengurangi simpati bahkan merangsang timbulnya “pembangkangan” .


Lalu bagaimana definisi “cukup”, mungkin bisa diambil dari sabda Nabi dalam hal “makan secukupnya”, : makanlah sebelum lapar dan berhentilah makan sebelum kekenyangan. Kunci sukses untuk bisa melakukan hal tersebut adalah mengendalikan “nafsu Makan”

Kalau prinsip di atas di-implementasikan dalam hal kekuasaan dan kepemimpinan , maka artinya kita harus bisa proaktif memikirkan kapan harus bertindak tegas dan kapan harus berhenti bertindak , kapan kita harus berada diatas tampuk kepemimpnan , kapan kita harus mundur. Untuk dapat menjalankannya kita harus bisa mengontrol “NAFSU BERKUASA”.

Jelas hal tersebut gampang diucapkan tapi sukar dilakukan. Sebelum berkuasa biasanya mudah diingatkan tetapi setelah “diatas” lupa dan menjadi budak dari “NAFSU BERKUASA” , maka untuk mengingatkannya jangan lupa falsafah jawa : “ngono yo ngono, ning ojo ngono”(jangan berlebihan kalau bertindak)

Renungan, 27 Mei 2011